
Menstimulasi otak anak melalui dongeng akan berjalan efektif ketika anak memasuki usia 3,5 tahun. Di usia ini, anak-anak akan lebih banyak menstimulasi pendengaran mereka, sehingga dongeng bisa membantu mereka berpikir lebih baik dan terarah. Efnie mengungkapkan, sebenarnya anak-anak pada usia ini masih memiliki pola pikir yang abstrak sehingga lebih sulit untuk membuat mereka mengerti nilai-nilai positif dalam kehidupan sosial sehari-hari. Melalui dongeng, anak akan dibantu untuk menyerap nilai-nilai positif yang diajarkan tersebut.
Ketika anak banyak mendapat stimulasi melalui dongeng, mereka akan memiliki kemampuan problem solving dan kemampuan menyerap informasi lebih banyak dibandingkan anak yang tidak mendapat stimulasi yang positif.
"Stimulasi ini akan merangsang pembentukan lipatan pada otak anak (girus) yang berfungsi untuk menyimpan informasi yang lebih banyak, sehingga mereka bisa jadi lebih pintar," ungkapnya. Kepintaran yang dimiliki juga bukan hanya kepandaian secara kognitif, tetapi juga kecerdasan emosional dan sosial.
Meski demikian, ada satu hal yang harus diperhatikan ketika menstimulasi anak dengan dongeng, yaitu perkembangan usia anak. Dongeng bisa membuat otak anak berkembang lebih baik ketika daya imajinasi mereka sedang berkembang pesat, dan daya pikir mereka masih abstrak. Sebaliknya, dongeng tidak akan berkerja dengan optimal ketika otak anak sudah berkembang menjadi lebih nyata dan realistis.
Maka Efnie mengungkapkan, sebaiknya membacakan dongeng sudah tidak dilakukan ketika anak sudah memasuki usia lebih dari tujuh tahun. Saat usia tujuh tahun, otak anak sudah mampu berpikir lebih realistis dan konkrit sehingga dongeng tidak akan mampu lagi merangsang otak anak. Selain itu, sebuah penelitian juga mengungkapkan bahwa di usia delapan tahun, anak-anak sudah memasuki masa pra pubertas, sehingga mereka akan mampu mengatur otak mereka untuk bisa berpikir lebih realistis, sementara daya imajinasinya mulai menurun.
"Selain itu, dongeng di usia anak yang sudah semakin dewasa juga 'kurang masuk' dengan pola pikir mereka. Dan pastinya mereka juga sudah tak ingin diberi dongeng lagi karena malu dianggap sebagai anak kecil," serunya.