ARTIKEL SAINTIFIKA

Membuat Sains Menarik bagi Pelajar



Prestasi pelajar Indonesia di bidang sains (diartikan sebagai ilmu-ilmu alam/natural science) ternyata luar biasa. Di ajang kompetisi sains internasional, baik fisika (Kuliah Teknik Fisika), biologi (Kuliah Teknik Biologi), kimia (Kuliah Teknik Kimia), astronomi (Kuliah Teknik Astronomi), dan ilmu dasar dari logika, yaitu matematika (Kuliah Teknik Matematika) , ternyata sangat menggembirakan. Berbagai penghargaan dibawa pulang ke Tanah Air. Melihat ini semua, sebenarnya tidak perlu ada kekhawatiran bahwa dunia pendidikan jenjang menengah di Indonesia mengalami krisis kegairahan pembelajaran sains karena ternyata kualitas pelajar Indonesia sangat baik.

Sayangnya, pelajar yang berprestasi di tingkat internasional hanya sedikit dari jutaan pelajar yang sebagian besar alergi atas pelajaran sains. Di tiap sekolah, pelajaran sains laksana hantu di siang bolong yang membuat sunyi ruangan dan mematikan gairah belajar. Apalagi ditambah diterapkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang memberi porsi materi lebih dari sebelumnya. Sains menjadi tidak menarik, menantang, dan menggembirakan.
Mengapa ini semua terjadi?
Ada beberapa hal yang membuat pelajar menjadi "takut" dengan pelajaran sains, yaitu materi yang diajarkan seolah jauh dari kenyataan sehari-hari, pengajar tidak mampu menyampaikan materi secara menarik, inspiratif dan kreatif, tidak atau kurangnya pengalaman langsung berkaitan dengan sains (experience of science) bagi pelajar, kurang mampunya pengajar dalam mengaitkan antara matematika dan sains sebagai disiplin ilmu yang saling berkaitan satu sama lain, dan terjebak pada buku dan suasana formal pengajaran.
Juga ada aspek lain di luar materi pelajaran dan kemampuan pengajar, yaitu minimnya sarana dan prasarana, bahkan banyak sekolah dengan kondisi gedung sangat memprihatinkan dan kurang pekanya birokrasi pendidikan terhadap inovasi-inovasi yang dilakukan oleh pengajar yang kreatif dan berpikiran lebih maju. Demikian pula tidak ada visi pendidikan dari birokrasi.
Jika menengok kemampuan bangsa ini di masa silam, maka muncul kekaguman bagaimana nenek moyang kita bisa menghasilkan karya-karya yang monumental seperti dalam bidang rancang bangun seperti Candi Borobudur, candi-candi lain, dan bangunan tradisional. Dalam bidang transportasi seperti perahu cadik yang kemarin direka ulang dalam ekspedisi Borobudur. Ataupun obat-obat tradisional. Dan masih banyak karya intelektual lain yang kini tersimpan di daun lontar ataupun berupa wujud kebudayaan.
Dalam pidato peresmian berdirinya Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1959, Presiden Soekarno menyampaikan orasi ilmiah di antaranya kehebatan gentong (tempat menyimpan air). Ternyata salah satu bendungan terbesar di dunia, Bendungan Aswan di Mesir, memiliki konstruksi seperti gentong. Jika diamati gentong itu sangatlah tipis, namun mampu menyimpan air yang begitu banyak. Dengan membuat bendungan seperti gentong, maka akan dihasilkan produk yang kuat dan murah. Gentong adalah produk lokal yang mampu memberi inspirasi untuk menghasilkan karya yang jauh lebih besar. Lingkungan di sekitar kita, baik tumbuhan, hewan, alam, maupun karya peninggalan leluhur adalah sumber inspirasi yang tidak habis-habisnya.
Menghargai
Pembelajaran sains melalui pengalaman langsung dan mengaitkannya dengan kejadian aktual dan praktis memberikan nilai lebih dibandingkan dengan sekadar hanya berpijak pada buku. Suasana belajar yang monoton di ruang kelas akan menjadikan peserta jenuh, bosan, dan akhirnya menghindari pelajaran sains (yang seharusnya bisa mengasyikkan). Matematika dan sains di buku rujukan pelajaran seharusnya bisa dikaitkan satu dengan yang lain sehingga ketika memahami fenomena alam, siswa dapat memahaminya secara komprehensif. Pemahaman bahwa fenomena alam bukanlah fenomena yang hanya memiliki satu dimensi saja (tunggal) akan memberikan kemampuan dasar untuk mengkaji dan bekerja sama lintas disiplin ilmu nantinya.
Contoh lain adalah dengan dilibatkannya pelajar dalam riset-riset termaju sekarang ini, meskipun bukan sebagai periset profesional. Pengalaman terlibat langsung dan berinteraksi dengan kalangan ilmuwan dan insinyur akan memberikan rasa percaya diri, harga diri, dan handarbeni (memiliki) apa yang telah dihasilkan senior-seniornya. Dengan mendapatkan pengalaman langsung itulah maka akan timbul wawasan betapa kompetitifnya masa depan yang akan dihadapi.
Bisa diambil beberapa contoh untuk bidang astronomi. Misi Mars Exploration Rovers (MER) yang berhasil mendaratkan dua rover kembarnya yaitu Spirit dan Opportunity di planet merah Januari lalu, ternyata juga melibatkan pelajar untuk merasakan sensasinya. Ada 16 pelajar dari seluruh dunia yang terlibat setelah lolos seleksi penulisan esai yang dilakukan oleh lembaga nirlaba The Planetary Society dan perusahaan LEGO.
Ke-16 pelajar dibagi dalam beberapa kelompok dan bergiliran selama seminggu atau lebih untuk berada di dalam ruang kendali MET di Jet Propulsion Laboratory, NASA. Para astronot pelajar (student astronauts) itu belajar mulai dari proses pendaratan wahana dan melakukan kajian atas data dan citra yang dikirimkan oleh wahana yang mendarat. Bahkan, menjadi saksi ketika para ilmuwan mencoba memperbaiki Spirit yang rusak di awal pendaratannya dan turut merayakan langsung saat Opportunity berhasil mendarat. Kemudian mencatatnya dalam laporan harian (jurnal) yang dikhususkan buat mereka.
Contoh lainnya adalah keterlibatan pelajar dalam institusi yang dinamakan Observatorium Sekolah (school observatory). Bulan Juli 2003 di Inggris diresmikan Liverpool Telescope berdiameter 2 meter yang terletak di La Palma, Canary Islands, dan menjadi teleskop robotik terbesar di dunia. Yang menarik dari teleskop ini, 5 persen waktu pengamatannya dipergunakan oleh pelajar SMU di negara itu melalui internet yang berada di sekolah-sekolah.
Kemudian di bulan Agustus 2003 diresmikan Faulkes Telescope North (FTN) berdiameter 2 meter yang berada di Hawaii. Pelajar SMU di Inggris dan Hawaii mendapatkan keistimewaan untuk turut mengamatinya. Di tahun 2004, pelajar SMU Australia mendapat keistimewaan untuk turut mengamati "saudara" FTN, yaitu Faulkes Telescope South (FTS) di Siding Spring Observatory, New South Wales.
Telescope Technologies Ltd (TTL), perusahaan yang merancang teleskop-teleskop itu sehingga bisa dipergunakan secara massal, juga merancang instrumen untuk teleskop reflektor 2,4 meter di Observatorium Astronomi Yunnan, China. Nantinya pelajar SMU di China akan mendapatkan keistimewaan seperti rekan-rekannya di Inggris, Hawaii, dan Australia.
Hingga sekarang hasilnya telah terlihat. Dari data pengamatan yang dikirimkan ke sekolah untuk diolah dan dianalisa, berhasil ditemukan empat nova di galaksi spiral M81. Dan itu dilakukan oleh para pelajar SMU.
Para ilmuwan dan tenaga pendidik dari Institut SETI, Pusat Penelitian Ames NASA, Akademi Ilmu Pengetahuan California, dan Universitas San Francisco bergabung membuat kurikulum SMU yang difokuskan pada evolusi makhluk hidup yang dinamakan Voyages Through Time. Kurikulum komprehensif dan multimedia ini meliputi sejarah alam raya, tata surya, kehidupan di bumi, dan manusia. Para pelajar mendapatkan pemahaman lebih dalam dengan metode pengajaran, penelusuran data base, simulasi, membaca, percobaan laboratorium, dan dilibatkan dalam kegiatan penelitian lintas disiplin ilmu.
Pihak NASA selaku institusi yang berada di garda depan eksplorasi ruang angkasa tidak sungkan-sungkan mendatangi sekolah dan berdiskusi dengan para pelajar, dari tingkat dasar hingga menengah, mengenai program-program yang dijalankan, seperti pendaratan manusia ke bulan dan misi ke Mars, pendirian stasiun ruang angkasa internasional, dan bagaimana cara membuat pesawat ulang-alik ruang angkasa.
Dalam pertemuan, Vicki Novak, asisten administrator NASA, berujar, "Kalian (para pelajar) adalah generasi penerus penjelajah ruang angkasa (explorers), kami ingin kalian mengetahui dan berupaya sehingga bisa membantu kami dalam mengatasi tantangan-tantangan ke depan". (Associated Press, 12 April 2004)
Dalam praktiknya, bukan hanya pelajar tingkat menengah yang bisa membantu NASA dalam perhitungan data-data penelitian yang diberikan, tetapi juga pelajar tingkat sekolah dasar. Terlihat bahwa memperlakukan pelajar sebagai bagian dari tim program-program penelitian lebih berharga daripada hanya menjadikan mereka sebagai obyek pendidikan atau bahkan mengeksploitasi untuk kepentingan politik atau komersial, seperti dalam kasus iklan kampanye capres/cawapres dan iklan produk komersial.
Epilog
Sekali lagi, contoh-contoh di atas memang spesifik dan kelihatan terlalu muluk untuk diperoleh para pelajar Indonesia mengingat berbagai macam keterbatasan dan kekurangan. Contoh-contoh itu bisa dikembangkan dalam bidang disiplin ilmu lain. Contoh itu mengisyaratkan bahwa sebenarnya para pelajar memiliki kemampuan untuk belajar lebih dari yang mereka peroleh sekarang ini. Asalkan ada metode yang tepat. Lingkungan lokal tempat sekolah berada merupakan sumber pengetahuan sains asalkan dapat dimanfaatkan dengan optimal dan benar.
Tidak bisa dimungkiri bahwa pembelajaran sains bukan hanya tanggung jawab guru atau pihak sekolah saja, tetapi juga melibatkan institusi lain seperti lembaga penelitian, perguruan tinggi, perusahaan swasta, ataupun kalangan LSM. Kerja sama semua pihak penting sehingga nantinya Indonesia bisa menjadi pusat perkembangan sains di dunia.